Oleh: Miftahulhaq
Salah satu
persoalan yang dihadapi masyarakat dewasa ini yakni masalah sampah. Sampah
tidak hanya menimbulkan dampak terhadap lingkungan fisik, tetapi juga berdampak
pada lingkungan non fisik yaitu kehidupan sosial masyarakat. Kasus Tempat
Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) misalnya, tidak hanya berdampak pada degradasi
kualitas tanah dan air, tetapi juga menimbulkan konflik sosial antara warga dan
pemerintah yang terkadang dapat mengakibatkan hilangnya jiwa manusia.
Kompleksitas persoalan sampah inilah yang hingga kini menjadikan masalah
pengelolaan sampah belum dapat terselesaikan secara baik.
Sampah sesungguhnya masalah masyarakat secara bersama. Hal ini karena setiap anggota masyarakat memiliki andil dalam produksi sampah yang ada dalam kehidupannya. Setiap diri sesungguhnya bertanggungjawab terhadap sampah yang telah diproduksinya, sehingga sampah itu tidak berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat secara luas. Setiap diri seharusnya dapat berlaku wise (bijak) dalam memperlakukan sampah, tidak sembarang membuangnya sehingga dapat berdampak buruk bagi kehidupan ekosistem makhluq hidup di sekitarnya. Penyelesaian masalah sampah tidaklah dapat diselesaikan dari aspek hilirnya saja, yaitu dengan pendirian TPA atau tempat pengolahan sampah yang sejenis, tetapi harus dilakukan melalui pendekatan di hulu yaitu melalui upaya penyadaran setiap anggota masyarakat untuk turut serta mengelola sampah yang diproduksi oleh lingkungan terkecilnya.
Sampah sesungguhnya masalah masyarakat secara bersama. Hal ini karena setiap anggota masyarakat memiliki andil dalam produksi sampah yang ada dalam kehidupannya. Setiap diri sesungguhnya bertanggungjawab terhadap sampah yang telah diproduksinya, sehingga sampah itu tidak berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat secara luas. Setiap diri seharusnya dapat berlaku wise (bijak) dalam memperlakukan sampah, tidak sembarang membuangnya sehingga dapat berdampak buruk bagi kehidupan ekosistem makhluq hidup di sekitarnya. Penyelesaian masalah sampah tidaklah dapat diselesaikan dari aspek hilirnya saja, yaitu dengan pendirian TPA atau tempat pengolahan sampah yang sejenis, tetapi harus dilakukan melalui pendekatan di hulu yaitu melalui upaya penyadaran setiap anggota masyarakat untuk turut serta mengelola sampah yang diproduksi oleh lingkungan terkecilnya.
Sampah secara
filosofis sebenarnya dapat menjadi benda yang berharga dan bermanfaat, apabila
dikelola dengan baik. Pemahaman masyarakat yang salah terhadap sampah berdampak
pada pelakuan yang salah pula terhadapnya. Sebagian besar masyarakat masih menganggap sampah sebagai musuh yang harus
diperangi, sehingga masih banyak yang menyia-nyiakan sampah, bahkan tidak jarang
yang mematikan potensinya. Perilaku membakar, menghanyutkan ke sungai dan
membuang sampah di sembarang tempat menjadi kebiasaan buruk yang masih
dilakukan oleh sebagian besar masyarakat. Perilaku ini muncul dikarenakan
rendahnya pemahaman dan kesadaran akan makna dan fungsi sampah, yang
sesunguhnya dapat dijadikan sumberdaya bernilai yang dapat diolah dan
didayagunakan menjadi barang-barang berharga dan bermanfaat.
Sampah dapat
menjadi barang berharga jika dapat dipilah sejak dihasilkannya. Sampah yang
telah dipilah merupakan bahan baku (raw
materials) yang ditunggu-tunggu oleh perusahaan-perusahaan daur ulang.
Perusahaan kertas membutuhkan sampah kertas, perusahaan plastik membutuhkan
sampah plastik, perusahaan logam membutuhkan sampah logam, dan perusahaan gelas
membutuhkan sampah beling/kaca. Hampir semua jenis sampah anorganik dapat
dijual ke perusahaan melalui pengepul, sehingga sampah tersebut dapat dinilai
harganya. Pengelolaan sampah yang baik dan benar, tidak hanya berdampak pada
pelestarian ekosistem makhluk hidup, tetapi juga dapat dijadikan sumber
kebaikan dengan menjadikannya sebagai alat untuk bershodaqoh.
Proses shodaqoh
sampah dapat dilakukan oleh orang perorang atau komunitas masyarakat. Setiap
anggota masyarakat dapat berperan sebagai pemberi shodaqoh, dengan terlebih
dahulu memilahnya di rumah. Masyarakat dapat membentuk pengelola sampah khusus
yang bertugas untuk mengelola sampah yang telah dipilah oleh masing-masing
keluarga. Setelah terkumpul dalam jumlah banyak, pengelola sampah dapat
menjualnya ke pengepul. Hasil penjualan selanjutnya dapat digunakan untuk
kegiatan sosial, baik itu bea siswa, santunan fakir miskin, dan lain
sebagainya. Melalui ini pula masyarakat dapat mengembangkan dan menguatkan
kembali kekuatan modal sosial yang dimilikinya.
Penulis adalah Guru Madr. Mu’allimin Muh. dan Wakil
Sekretaris MLH PP Muhammadiyah, tulisan ini pernah dipublikasikan di Harian Kedaulatan Rakyat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar