Firman Allah SWT

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah: "Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu, kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)." (Q.S. Ar-Ruum/30: 41-42)


Jumat, 16 September 2011

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS AGAMA


Oleh: Muhjiddin Mawardi

A.      Pendahuluan
           Kerusakan lingkungan yang terjadi baik dalam lingkup global maupun nasional, jika dicermati dengan seksama, sebenarnya berakar dari cara pandang manusia tentang kehidupan dan alam lingkungannya. Cara pandang ini kemudian melahirkan perilaku manusia yang merusak  kesetimbangan di alam, yang pada gilirannya akan mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan.

Cara pandang  dikotomis yang yang dipengaruhi oleh paham antroposentrisme yang menganggap bahwa alam merupakan bagian terpisah dari manusia dan  bahwa manusia adalah pusat dari sistem alam, mempunyai peran besar terhadap terjadinya kerusakan lingkungan (Naess, 1993; Nasr, 1990). Cara pandang demikian telah melahirkan perilaku yang eksploitatif, destruktif dan tidak bertanggung jawab terhadap kelestarian sumberdaya alam dan lingkungannya. Disamping itu paham materialisme, kapitalisme dan pragmatisme dengan kendaraan sain dan teknologi telah ikut pula mempercepat dan memperburuk kerusakan lingkungan baik dalam lingkup global maupun lokal, termasuk di negara kita.
Para penganut deep ecology yang dipelopori oleh Naess (1993) menyatakan bahwa kerusakan atau krisis lingkungan yang terjadi dewasa ini hanya bisa diatasi dengan merubah secara fundamental cara pandang dan mind set  manusia terhadap alam lingkungannya. Tindakan praktis dan teknis penyelamatan lingkungan dengan bantuan sain dan teknologi ternyata bukan merupakan solusi yang tepat. Yang dibutuhkan adalah perubahan perilaku dan gaya hidup yang bukan hanya orang perorang, akan tetapi harus menjadi semacam kesadaran dan budaya masyarakat secara luas. 
Sadar lingkungan dan upaya penyelamatan lingkungan harus menjadi kesadaran bersama dan menjadi gerakan bersama antara kaum perempuan dan laki-laki, anak-anak dan orang dewasa, dalam semua level. Jika tidak, bumi yang kita tempati yang hanya satu ini benar-benar akan terancam, yang hal ini juga berarti akan mengancam pula kehidupan seluruh makhluk termasuk manusia.
Tulisan ini dimulai dengan membahas terlebih dahulu landasan teologis perlindungan dan pengelolaan lingkungan, yang diakhiri dengan konsep dan asas perlindungan dan pengelolaan lingkungan dalam perspektif agama (Islam). Kedua hal ini yakni landasan teologis dan asas perlindungan lingkungan ini menjadi sangat penting dalam rangka membangun moral masyarakat melalui pelurusan kembali cara pandang masyarakat tentang alam lingkungannya. 

B.       Etika Pengelolaan Lingkungan
Dalam pandangan agama (Islam), alam merupakan sebuah entitas yang tidak berdiri sendiri, akan tetapi berhubungan dengan manusia dan dengan realitas yang lain Yang Ghaib, Yang Menciptakan Alam. Alam sekaligus merupakan representasi dari Yang Maha Menciptakan dan Yang Maha Benar, yang merupakan Sumber keberadaan alam itu sendiri. Realitas alam ini diciptakan dengan tujuan tertentu  dan dengan benar (haq) (Q.S, 6: 73; 38:27; 44: 38-39; 3:191-192), bukan karena kebetulan atau main-main atau bathil. Oleh karena itu, alam mempunyai eksistensi riil, objektif serta bekerja sesuai dengan hukum-hukum yang berlaku tetap (qadar) bagi alam, yang dalam bahasa agama sering pula disebut sebagai hukum Allah (sunnatullah). Sunnatullah ini tidak hanya berlaku bagi benda-benda alam, akan tetapi berlaku juga bagi manusia.
             Manusia merupakan bagian tak terpisahkan dari alam. Sebagai bagian dari alam, keberadaan manusia di alam adalah untuk saling mengisi dan melengkapi satu dengan lainnya sesuai dengan peran masing-masing. Manusia mempunyai peran dan posisi khusus diantara  komponen alam dan makhluq ciptaan Allah yang lain yakni sebagai khalifah, wakil Allah dan pemimpin di bumi ( QS,6:165).
Ke Maha bijaksanaan Allah, telah menentukan (mentaqdirkan) bahwa antara satu makhluk dengan lainnya dialam ini saling berkaitan dan saling membutuhkan. Saling keterkaitan dan saling membutuhkan ini melahirkan suatu kesetimbangan yang dinamis (a dynamic balance), yang dengan kesetimbangan ini keberlanjutan kehidupan di alam bisa terjaga. Tindakan eksploitasi sumberdaya alam yang berlebihan, kesalahan cara pemanfaatan dan perusakan sumberdaya alam merupakan pelanggaran terhadap ketentuan (taqdir) Allah. Pandangan sempit, untuk kepentingan pribadi atau kelompok dan tindakan tak bertanggung jawab lainnya pada umumnya akan mengganggu kesetimbangan dinamik yang telah diatur oleh Allah ( QS: 55:8-9). Dengan demikian perlindungan terhadap sumberdaya alam dari pencemaran dan atau perusakan merupakan tugas atau kewajiban manusia sebagai wakil (khalifah) Allah dimuka bumi (QS: 7:56)..
Fungsi penting yang kedua yakni fungsi kebutuhan bagi semua makhluk dalam penciptaan alam,  merupakan landasan untuk melahirkan atau mengembangkan asas legal perlunya tindakan konservasi sumberdaya alam dan perlindungan lingkungan. Alam dengan segala sumberdayanya memang telah diciptakan Allah untuk melayani kebutuhan manusia, dan Tuhan telah menundukkan alam kepada manusia (QS:2:29; 31:20; dan 45:12). Ketundukan alam terhadap manusia atas perintah Tuhan ini bukan bermakna bahwa manusia bebas melakukan apa saja terhadap alam tanpa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ketundukan alam ini sebenarnya untuk menggambarkan atau memberi peringatan kepada manusia bahwa Allah berperan dalam proses kejadian alam dan segala sesuatu yang terjadi di alam ini. Alam ditundukkan kepada manusia, juga menyiratkan pesan bahwa manusia memang menjadi pemimpin (khalifah) bagi alam (bumi), dan kepemimpinannya ini juga atas kehendak dan campur tangan Allah swt. 
Hal penting lainnya yang berkaitan dengan pemanfaatan alam ini adalah bahwa alam dengan segala sumberdaya alamnya, bukan hanya untuk melayani atau memenuhi kebutuhan manusia saja, akan tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup lainnya. Hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya alam yang dikembangkan berdasarkan konsep penciptaan alam ini dengan demikian harus secara eksplisit dan tegas menyatakan bahwa segala sumberdaya  ciptaan dan atau anugerah Allah diperuntukkan bagi semua makhluk hidup, bukan hanya untuk manusia. Dengan kata lain semua makhluk hidup yakni manusia, hewan maupun tumbuhan,  mempunyai hak yang sama untuk memanfaatkan karunia Allah yang berupa sumberdaya alam. Manusia diperkenankan untuk memaanfaatkan sumberdaya alam untuk mempertahankan hidup dan melanjutkan kehidupannya serta untuk kemashlahatan umum akan tetapi tidak boleh berlebihan, berbuat aniaya (dzalim) dan berbuat kerusakan (fasad) di atas bumi. Pesan ini berkali-kali diulang oleh Allah swt dalam kitab suci al Qur’an. 
Yang lebih penting lagi dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, bahwa alam diciptakan adalah sebagai tanda (ayat) atas ke Maha Kuasaan dan belas kasih Allah. Fungsi utama  penciptan alam ini perlu ditegaskan karena sebagian manusia melengahkan bahkan mengingkari peran Allah dalam penciptaan alam.  Mereka berpandangan bahwa alam ini terjadi karena sebab-sebab yang tersendiri, secara alamiah dan tidak ada campur tangan Allah. Mereka lupa bahwa tanpa sebab-sebab “yang lebih tinggi” sebab-sebab alamiah dalam proses pembentukan dan  perkembangan alam tidak akan pernah ada.  Alam semesta ini akan hilang apabila “diletakkan” disisi Tuhan, karena tak ada sesuatu apapun yang mempunyai jaminan yang “inherent” untuk ada (eksis).   


C.      Asas Perlindungan dan Konservasi Sumberdaya Alam
Berikut ini akan diurai satu persatu asas perlindungan dan konservasi  beberapa sumberdaya alam utama dalam perpektif Islam.

1.    A I R (AL MA’)
Tuhan Allah swt telah menciptakan air dan mentaqdirkannya sebagai asal muasal kehidupan sebagaimana firmanNya : “ Kami telah jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air” (QS:21: 30). Segala sesuatu yang hidup seperti manusia, hewan dan tumbuhan, semuanya tergantung pada air untuk keberadaannya dan untuk keberlanjutan kehidupannya (QS:2:164;6:99;22:5; 25:48-49; 56: 68-70; dan 67:30). Lebih dari 70 % penyusun tubuh manusia terdiri dari air, bahkan lebih dari 75 % planet bumi kita ini juga berisi air. Jadi air merupakan asal sekaligus sumber kehidupan di alam.
 Selain daripada itu (fungsi biologis air), air mempunyai pula fungsi sosial-religius yakni untuk membersihkan dan mensucikan tubuh dan pakaian dari kotoran dan najis  (secara harfiah maupun ma’nawiah), sehingga dalam berhubungan satu dengan lainnya atau dalam berhubungan dengan Allah melalui ibadah mahdhah, manusia harus terlebih dahulu berada dalam keadaan suci dan bersih tubuh dan batinnya. “Dialah yang menyebabkan hujan turun dari langit untuk membersihkannmu” (QS:8:11;16: 14; dan 5: 96).
Hampir semua pembahasan jurisprudensi (fiqh) dalam Islam, selalu dimulai dengan pembahasan tentang air dan peran air bagi penyucian diri dan sarana ibadah. Demikian pula dalam pembahasan tentang ibadah (mahdhah), selalu didahului dengan pembahasan tentang thaharah (bersuci) sebagai syarat syah ibadah. Dan air merupakan alat thaharah utama, jika tidak ada air baru bisa menggunakan tanah atau batu.
Bardasarkan ayat-ayat al Qur’an sebagaimana yang sebagian telah dikutip diatas serta berdasarkan atas fakta empiris yang bisa diamati dan dirasakan oleh manusia, maka tidak ada keraguan lagi bahwa air merupakan sumberdaya alam yang sangat vital bagi kehidupan di muka bumi. Perlindungan dan konservasi terhadap sumberdaya alam yang sangat vital ini, sangat mendasar agar fungsi dan manfaatnya tetap terjaga lestari untuk keberlanjutan kehidupan semua makhluk di permukaan bumi, untuk masa kini dan masa yang akan datang. Oleh karena itu: “Kewajiban untuk perlindungan dan konservasi air dalam Islam mempunyai nilai yang sama dengan kewajiban menjaga keberlanjutan kehidupan itu sendiri. Menjaga (keberlangsungan) kehidupan hukumnya wajib dalam Islam. Setiap tindakan yang menganggu atau merusak fungsi sosial dan biologis air baik yang berupa perusakan atau pencemaran air dan sumber air dengan tindakan atau  unsur tertentu sehingga mengakibatkan air tidak bisa dimanfaatkan untuk kehidupan, atau fungsi dasar air sebagai sumber kehidupan menjadi terganggu atau rusak, maka hal ini berarti sama dengan merusak kehidupan itu sendiri. Hal ini sesuai dengan kaidah usul fiqh : “Segala sesuatu yang menyebabkan dilarang (haram)  maka segala sesuatu (sebab) itu terlarang (haram) pula”.      
Berkaitan dengan air sebagai sumberdaya alam yang vital ini, Allah telah menetapkan hak-hak pemanfaatan air (common right) bagi manusia dan semua makhluk hidup. Semua makhluk hidup di alam ini mempunyai hak yang sama untuk memanfaatkan air. Monopoli pemanfaatan air oleh seseorang atau sekelompok orang untuk kepentingan apapun, atau monopoli pemanfaatan air untuk penggunaan tertentu dan menutup hak pemanfaatan untuk penggunaan lainnya tidak diperkenankan. Allah swt telah memerintahkan kepada pengikut Tsamud dan untanya :” Katakan kepada mereka bahwa air harus dibagi dengan baik diantara mereka (QS:54:28), dan ‘  “…..setiap orang harus berbagi  dalam tigal hal yakni air, padang rumput dan api (HR; Abu Daud dan Ibnu Majah). Pemborosan dalam penggunaan air dilarang, dan pelarangan ini berlaku baik untuk pemakaian perorangan maupun public (umum) baik air dalam keadaan banyak maupun dalam keadaan kurang (langka). Rasulullah saw pada saat dalam perjalanan bersama sahabat Sa’ad yang sedang berwudhu berkata;” Mengapa berlaku boros dengan air wahai Sa’ad ?”. Sa’ad menjawab “ Apakah berwudhu untuk sholat (bermunajat dengan Allah) juga tak boleh boros air “. Rasul menjawab: “Ya, walaupun engkau berwudhu menggunakan air sungai yang mengalir” (HR: Iman Ahmad dalam Musnad ).
Berbagai produk juresprudensi Islam tentang air yang mengandung pesan ramah lingkungan antara lain :
·      Ber wudhu, cukup sekali  membasuh anggota badan (hemat), yang kedua dan ketiga adalah sunnah. Air bekas wudhu masih tetap suci (musta’mal) sehingga masih bisa digunakan untuk keperluan lain ( re-use).
·      Buang air besar/kecil tidak boleh di air yang menggenang, karena kotoran akan mencemari air yang tergenang tersebut.
·      Klasifikasi air: suci mensucikan, suci tak mensucikan dan mutanajjis, mengandung konsep re-use dan penghematan untuk penggunaan lainnya (air musta’mal),  masih bisa digunakan untuk memenuhi fungsi air lainnya misalnya untuk perikanan, irigasi dan lain sebagainya. Sedangkan air mutanajis mengandung pesan perlunya memperhatikan kesucian (nilai spiritual) kebersihan dan kesehatan air (nilai fisik).
·      Rasulullah menganjurkan dengan sangat agar kaum muslimin menghemat pemakaian air, walaupun untuk berwudhu guna menghadap Allah melalui shalat.
Upaya untuk konservasi dan penghematan penggunaan air dengan demikian menjadi wajib  dilakukan oleh siapa saja baik perorangan, lembaga masyarakat maupun pemerintah. Upaya bisa dilakukan dengan bantuan teknologi atau dengan melakukan rekayasa alamiah melalui manipulasi iklim mikro.

2.    UDARA (AL- RIH)
Udara merupakan unsur kehidupan yang tak kalah pentingnya dibandingkan dengan air. Hampir semua makhluk hidup di darat sangat menggantungkan udara (O2) untuk bernafas. Disamping untuk bernafas yang bisa dirasakan langsung oleh manusia, udara juga sangat diperlukan bagi kehidupan dan peran lingkungan lainnya, akan tetapi tidak secara langsung dirasakan oleh manusia, seperti misalnya untuk membantu penyerbukan bunga, menimbulkan angin, membawa uap air dan sebagainya (QS:15: 22; 2: 164 dan 7: 57). Walaupun udara ini terdapat dimana-mana dan bisa diperoleh dengan gratis, akan tetapi kualitas udara saat ini sudah banyak yang mengalami penurunan akibat pencemaran. Bahkan lapisan atmosfer bumi kita ( lapisan Ozon) saat ini sudah mengalami kerusakan ( berlubang) yang akibatnya juga bisa berbahaya bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Demikian pula gas buang kendaran bermotor dan asap industri telah ikut memperparah kualitas udara di permukaan bumi kita.
Perlindungan dan pemeliharan udara agar fungsi biologis, ekologis dan sosialnya tetap lestarai, merupakan kewajiban manusia, karena memelihara udara dari polusi dan kerusakan (kualitas dan kuantitasnya) sama nilainya juga dengan memelihara kehidupan itu sendiri. Dalam hal ini sekali lagi berlaku kaidah:  segala sesuatu yang sangat diperlukan untuk memenuhi kewajiban penting menjadi wajib hukumnya. Semua kegiatan manusia yang berkaitan dengan perlindungan udara yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan, maka kegiatan tersebut menjadi wajib hukumnya. Sebaliknya semua kegiatan yang akan mengakibatkan terjadinya polusi udara, merusak peran dan fungsi udara dan atmosfer (fungsi biologis dan sosialnya) merupakan perbuatan yang melawah hukum Allah dalam penciptaan alam, serta melanggar  amanah serta perintah Allah, dan oleh karena itu hukumnya dilarang (haram).

3.    TANAH (AL ARDH)
Tanah dan lahan sebagaimana air dan udara juga merupakan komponen dan sumberdaya utama bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Manfaat air bagi kehidupan akan  menjadi lebih besar dan nyata jika air yang berasal dari hujan telah jatuh ke permukaan tanah dan tersimpan di dalam tanah. Air ini dalam berbagai bentuk dan sumber kemudian akan bisa dimanfaatkan oleh tumbuhan, hewan dan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (QS:55:10). Tanah juga merupakan unsur kejadian manusia dan tempat bergantungnya hidup hewan dan tumbuhan ( QS:30:20; 71: 17-20).
Allah swt telah menciptakan tanah sebagai sumber  penyediaan makanan dan kebutuhan-kebutuhan hidup lainnya bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Tanah mengandung mikro organisme yang sangat beragam  baik jenis, bentuk dan ukurannya, yang sangat berguna untuk membantu proses penguraian dan pembentukan tanah.  Fenomena tentang tanah yang sangat komplek ini memang sengaja diciptakan Allah agar bisa memenuhi fungsinya sebagai sumber sekaligus penopang kehidupan semua makhluk hidup. Fenomena tentang tanah yang sangat komplek ini merupakan tanda (ayat) kekuasaan Allah sang Pencipta alam (QS:3:191). Dengan demikian upaya untuk memahami fenomena tanah (dengan ilmu) dan memahami peran dan fungsi tanah bagi kehidupan termasuk kehidupan manusia pada hakekatnya merupakan upaya untuk memahami Yang Menciptakan dan menyediakan tanah bagi manusia.
Selain sebagai asal dan sumber kehidupan (fungsi biologis) sebagaimana air, tanah mempunyai pula peran atau fungsi sosial-religius yakni untuk membersihkan dan mensucikan tubuh dari najis, sebagaimana diketahui dalam fiqh, tanah (debu) bisa digunakan untuk bertayamum ketika dalam ketiadaan air, atau ada sebab-sebab medis yang tidak membolehkan bagian tubuh terkena air (sakit). Tanah juga merupakan unsur yang dapat berfungsi untuk  menghilangkan najis besar (mughalladzah). Fungsi religius lainnya, bahwa tanah atau hamparan tanah (bumi) ini merupakan sarana ibadah (masjid) bagi seluruh manusia.
Jika manusia ingin menyatakan terima kasih kepada Allah swt yang telah menyediakan tanah (bumi) dengan segala macam isinya, maka manusia harus menyatakannya dengan cara menjaga dan memelihara tanah agar fungsi biologis dan sosialnya tetap lestari.  Caranya adalah dengan menjaga produktifitas tanah serta melakukan perlindungan dari ancaman erosi, pencemaran dan ancaman lainnya yang bisa menyebabkan terjadinya degradasi fungsi tanah. Pada waktu manusia melakukan kegiatan bertani, berkebun, mendirikan bangunan, memanen rumput dan hutan, menggali bahan tambang dan sebagainya, manusia harus melakukan kegiatan tersebut dengan baik dan benar sehingga tidak mengakibatkan degradasi dan kerusakan. 
Segala tindakan (manusia) yang mengakibatkan terjadinya degradasi dan kerusakan tanah dan lahan, berarti manusia telah melakukan pelanggaran terhadap Yang Maha Kasih dan Maha Memelihara alam ( ar rab al alamien).  Sebaliknya memelihara tanah dari kerusakan, polusi dan kontaminasi merupakan kewajiban bagi setiap manusia sekaligus merupakan perbuatan baik yang akan mendapat  balasan kebaikan dari Allah swt. Nabi Muhammad pernah mengatakan : “Seluruh permukaan bumi telah diciptakan oleh Tuhan sebagai masjid (tempat ibadah) bagi manusia, yang suci dan bersih” (HR: Bukhari- Muslim). Dengan demikian, wajib menjaga kesucian dan kebersihan bumi kita ( tidak mencemari dan membuat kerusakan di muka bumi).

4.    TUMBUHAN DAN HEWAN
Tidak diragukan lagi pentingnya tumbuhan dan hewan bagi kehidupan, karena tanpa keduanya kehidupan manusia dan juga hewan tak akan bisa berlanjut. Allah swt Yang Maha Tahu, dan bijaksana menciptakan hewan dan tumbuhan untuk hidup di muka bumi ini bukan tanpa maksud dan tujuan. Setiap kehidupan merupakan produk dari proses perkembangan yang khusus dan sangat rumit (special and intricate development) yang telah dijamin oleh Allah swt masing-masing mempunyai peran yang khusus dalam kehidupannya. Sebagai suatu sumberdaya kehidupan genetik, masing-masing spesies dan varitas merupakan sebuah keunikan tersendiri dan tidak bisa saling ditukar satu dengan lainnya. Jika suatu anggota komunitas atau spesies  telah hilang, maka hilangnglah anggota atau spesies tersebut selamanya dan tak dapat diganti.
Tumbuhan mempunyai peran yang unik dalam memproduksi bahan makanan dan serat dengan cara memanen energi matahari, yang hasilnya bisa digunakan oleh tanaman itu sendiri untuk tumbuh dan melakukan reproduksi serta bisa merupakan bahan makanan bagi keberlanjutan kehidupan hewan dan manusia di muka bumi. Hal ini telah ditegaskan oleh Allah dalam kitab suciNya (QS,80:24-32).  Tumbuhan juga menyediakan dan  memperkaya makanan dan nutrisi bagi tanah  serta melindungi tanah dari erosi hujan maupun angin. Tanaman bisa pula berperan dalam konservasi air dengan menahan air limpasan permukaan sehingga memberi kesempatan air untuk berinfiltrasi kedalam lapisan tanah. Tanaman juga menghasil O2 yang sangat dibutuhkan untuk pernafasan manusia dan hewan. Diantara banyak tanaman yang tumbuh di muka bumi ini terdapat pula tanaman yang bisa digunakan sebagai obat penyembuh penyakit, menghasilkan minyak nabati, parfume, lilin, serat, kayu dan bahan bakar (QS, 56:71-73).
Sebaliknya hewan menyediakan makanan dan nutrisi bagi tumbuhan, bagi hewan lainnya, dan juga untuk manusia. Kotoran hewan dan juga tubuhnya memperkaya dan menyuburkan bumi dan lautan. Hewan juga mempunyai peran bagi atmosfer melalui pernafasannya, pergerakannya dan migrasinya membantu pula penyerbukan dan penyebaran tumbuhan. Hewan menyediakan makanan bagi hewan lainnya dan juga bagi manusia, menyediakan kulit dan bulu untuk pakaian dan kebutuhan lainnya, menyediakan daging, susu, madu, obat, parfume dan sebagainya yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Beberapa hewan juga digunakan sebagai tenaga untuk mengolah tanah dan transportasi. Dengan fungsi biologis dan sosial dari hewan yang sangat penting sebagaimana telah disebutkan dimuka, maka dalam Islam, hewan telah disepakati sebagai komponen alam yang sangat penting bagi keberlansungan kehidupan di alam (muka bumi) termasuk kehidupan manusia. Allah telah menegaskan : “Tidak ada satupun hewan di muka bumi ini demikian pula sayap hewan yang terbang kecuali semuanya berada dalam pengaturan Allah” (QS,6: 38). 
Disamping fungsi ibadah dan penyediaan bahan makanan bagi hewan dan manusia, tumbuhan mempunyai pula fungsi estetika, karena tumbuhnya tanaman dengan berbagai warna daun, bunga, biji2-an yang dihasilkan oleh tanaman disekitar tempat tinggal manusia  akan memberikan nuansa keindahan, kesejukan dan ketenangan bagi jiwa manusia. Ketenangan jiwa merupakan kebutuhan asasi manusia yang harus dipenuhi, dan oleh karena itu pula merupakan bagian dari perintah agama. Keindahan, kesejukan dan ketenangan suasana ini harus dipelihara dan dilindungai dari gangguan dan kerusakan. Upaya pemeliharaan dan perlindungan terhadap fungsi estetis dan ekologis tanaman merupakan kewajiban setiap insan dan merupakan ibadah. Melalaikan upaya pemeliharaan dan perlindungan terhadap fungsi tanaman tersebut dengan demikian juga merupakan pelanggaran dan pengabaian amanat yang telah diberikan oleh Allah kepada manusia, sehingga merupakan perbuatan dosa.
Pemanenan hasil hewan dan tumbuhan secara besar-besaran hingga melebihi kemampuan regenerasi atau reproduksinya secara alamiah terhadap spesias hewan maupun tumbuhan yang bersangkutan dilarang dalam Islam. Ketentuan ini berlaku pula untuk perburuan hewan, penangkapan ikan, penebangan pohon, penambangan, pemanenan tanaman dan semua penggunaan sumberdaya kehidupan (living resources). Pembukaan hutan dengan cara melakukan penebangan habis seluruh tanaman hutan, pemberantasan hama tanaman dan hewan dengan mematikan semua populasi hama, termasuk dalam kategori pemusnahan ini dan oleh karena itu juga dilarang.  Hal ini menunjukkan bahwa keaneka ragaman hayati harus di lestarikan baik untuk menjaga keberlanjutan kehidupannya maupun untuk kehidupan manusia dan semua makhluk.
Rasul Muhammad SAW telah mengajarkan kita bagaimana memelihara hewan dan tumbuhan ini. Beliau mengatakan : “Perbuatan baik dan saling menyayangi merupakan sifat dari Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Oleh karena itu sayangilah apa yang ada dibumi ini, maka Yang diatas akan menyayangimu”.   Dia telah memerintahkan umat manusia untuk menyediakan semua kebutuhan bagi hewan yang dipelihara, dan dia menegaskan bahwa seseorang yang menyebabkan binatang peliharaannya mati kelaparan atau kehausan akan dihukum oleh Allah di neraka (HR: Abu Daud dan Tarmidzi).
Beberapa hal yang berkaitan dengan perlindungan hewan dan tumbuhan yang pernah dipesankan oleh Rasulullah antara lain:
·      Dilarang menyalakan api di dekat sarang semut atau lebah  karena akan bisa mematikan koloni semut atau lebah yang ada di sarang tersebut. Keberadaan semut dan lebah dibutuhkan bagi kesetimbangan ekosistem dan bagi kehidupan termasuk kehidupan manusia. 
·      Dilarang mengambil sarang burung yang masih ditempati, karena akan mengusik kehidupan dan menganggu proses reproduksi dan regenerasi spesies burung tersebut. Demikian pula dilarang mengambil anak burung dari sarangnya, baik karena sengaja maupun karena tanaman tempat sarang tersebut roboh kerena sebab-sebab alamiah lainnya.
·      Dilarang memotong pohon untuk keperluan yang tak dibenarkan oleh ketentuan (agama), dan dilarang memotong pohon hanya asal memotong menuruti naluri atau merusak semata.
·      Dilarang membunuh lebah atau merusak sarang lebah, karena hal ini akan dapat merusak peran dan fungsi lebah dalam penyediaan bahan makanan bagi makhluk hidup lainnya, misalnya madu, penyerbukan bunga dan penyeimbang ekosistem.
·      Dilarang membunuh tumbuhan dan hewan baik yang tumbuh dan hidup dialam maupun yang dipelihara tanpa alasan yang dibenarkan oleh agama.
Dalam (ajaran) Islam, semua makhluk Tuhan mengandung atau mempunyai kemulyaan (hurmah) secara inherent sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing makhluk. Dengan alasan inilah mengapa Rasul Allah Muhammad saw melarang kaum muslimin membunuh musuh yang telah menyerah, membunuh hewan peliharaan, merusak alam termasuk tumbuhan, walaupun dalam keadaan peperangan. Tindakan pembunuhan dan perusakan terhadap hewan, tumbuhan dan alam dianggap sama dengan melakukan penyalah gunaan kewenangan yang dapat merusak kehidupan hewan dan atau tumbuhan yang bersangkutan serta merusak kehidupan di alam. 
Dalam perpektif Islam, makhluk hidup (hewan dan tumbuhan) mepunyai dua peran yakni:
·      Sebagai organisme ciptaan Allah yang mempunyai hak hidup, sesuai dengan kebijaksanaan dan kekuasaan Allah.
·      Sebagai bagian dari alam yang disediakan oleh Allah bagi manusia agar manusia bisa melangsungkan tugas hidupnya di dunia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi. 

D.  Penutup
Perlindungan dan pengelolaan alam dan sumberdaya alam (bumi seisinya) merupakan ketentuan (sunnatullah) sekaligus perintah Allah. Oleh karena itu wajib secara moral bagi semua orang untuk melaksanakannya. Upaya perlindungan dan konservasi sumberdaya alam sama dengan upaya menjaga keberlangsungan kehidupan  seluruh makhluk, termasuk kehidupan manusia. Menjaga alam dari kerusakan untuk keberlanjutan fungsi alam serta memakmurkan bumi merupakan penunaian amanah yang telah diberikan oleh Allah kepada manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di muka bumi. Akhlak seseorang  terhadap alam  lingkungan hidupnya merupakan cermin keberagamaan dan keimanan orang yang bersangkutan kepada Allah.
Permasalahan lingkungan dan perlindungan alam dan sumberdaya alam tak bisa diselesaikan hanya dengan mengandalkan pengetahuan dan teknologi. Permasalahan dan krisis lingkungan hanya bisa diatasi dengan merubah secara fundamental dan radikal cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam lingkungannya. Yang dibutuhkan adalah perubahan cara pandang dan perilaku yang bukan hanya orang perorang, akan tetapi harus menjadi budaya masyarakat secara luas. Dengan kata lain dibutuhkan perubahan pemahaman baru tentang hubungan antara manusia dengan alam. Teologi hubungan manusia dengan alam yang merupakan konsep berpikir dan bertindak manusia yang dihubungkan dengan “Yang Ghoib” yang menciptakan sekaligus mengatur alam harus digunakan untuk melandasi perilaku manusia terhadap alam. Dalam kalimat lain: Ajaran agama (Islam) harus dilibatkan bahkan digunakan sebagai basis dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Allahu a’lam.

Penulis adalah Ketua Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah Periode 2010 - 2015

2 komentar:

  1. terimakasih..artikel yang menarik.ijin untuk Copas.

    BalasHapus
  2. bagus artikelnya, mengupas masalah lingkungan dr sudut pandang agama.. izin copas & share..

    BalasHapus